Whatsapp VS Pemerintah, Antara Serangan Teror Dan Privasi
![]() |
ilustrasi : pixabay.com |
Sistem Enkripsi "end to end" menjamin data tidak bisa diakses oleh pihak ketiga, bahkan dari pihak Whatsapp sendiri.
Pemerintah ingin agar Whatsapp membangun backdoor dari aplikasinya, untuk mengungkap data pengguna tersangka teroris
NAPAKILMU.COM - Privasi tampaknya menjadi tantangan utama antara pemerintah dan penyedia layanan media sosial. Pemerintah, selalu berusaha agar penyedia layanan perpesanan seperti Whatsapp memberikan mereka akses khusus kepada data pengguna. Terutama, setelah kejadian yang menimpa Westminter, pada bulan maret lalu, Sekretaris dalam negeri Inggris, Rudd, mengatakan bahwa ini hal ini sangat bisa diterima bila pemeritah tidak bisa membaca pesan terenkripsi dari tersangka teroris.
Tujuan utama pemerintah dalam mendapatkan akses ke data pengguna adalah untuk mencegah terjadinya serangan teror di masa depan. Sementara, disisi lain ada banyak pengguna lain yang tidak terlibat sama sekali dengan teroris, akan menjadi "korban" pembobolan data dari pemerintah apabila akses untuk pemerintah ini dibuka. Dengan membuka akses ke pemerintah tentunya akan membuka "jalan baru" bagi peretas non-pemerintah untuk menaklukkan sistem keamanan dari aplikasi perpesanan seperti Whatsapp.
Enkripsi data merupakan cara yang digunakan untuk menjamin pesan yang disampaikan aman, tanpa ada kebocoran dari pihak ketiga. Enkripsi memiliki algoritma khusus yang hanya bisa dibuka oleh pengirim dan penerima pesan. Seperti sebuah kotak terkunci, dimana kuncinya hanya dimiliki oleh pengirim dan penerima pesan.
Dimana untuk pengguna baru, pengirim harus memiliki sebuah kunci yang dapat dibagikan, yang disebut public key. Public key ini akan digunakan untuk mengenali pengguna baru. Sehingga pengirim akan menggunakan publik key milik penerima, untuk menguncinya, yang hanya bisa dibuka oleh kunci pribadi penerima.
Whatsapp, bahkan menambahkan fitur yang selangkah lebih baik, dengan menerapkan kunci yang berlaku persesi percakapan. Sehingga kunci yang sama tidak akan bisa dipakai berulang kali, untuk sesi yang berbeda. Sistem ini menjamin keamanan data percakapan antara penerima dan pengirim pesan, pada masa yang telah lewat dan yang akan datang. Karena, sekalipun anda memiliki kuncinya, kunci itu hanya bisa digunakan untuk sementara.
Seolah tidak puas dengan itu, Whatsapp juga menambahkan fitur enkripsi "end to end", yang mana Whatsapp tidak menyimpan spesifikasi dari kunci yang dihasilkan. Sehingga hanya pengirim dan penerima lah yang bisa menggunakan kunci, tanpa bisa diduplikasi, bahkan oleh Whatsapp sendiri. Hal ini tampaknya sengaja dibuat oleh Whatsapp, agar Whatsapp tidak bisa membocorkan data pengguna sekalipun berada dalam tekanan, karena memang pihak Whatsapp tidak memiliki kuncinya.
Tentunya dengan sistem enkripsi baru ini membuat pemerintah semakin kebingungan. Cara ini menjamin tidak ada satu pun pihak ketiga yang bisa membuka data pengguna, baik itu polisi maupun intelijen. Satu-satunya cara untuk mengakalinya adalah memaksa Whatsapp menggunakan sistem enkripsi "lawas" ataupun meminta Whatsapp membangun "pintu belakang" di aplikasinya.
Sebuah pintu belakang berupa software yang aktif ketika aplikasi perpesanan aktif. Atau dengan kata lain ketika Software ini aktif, maka software ini dapat menduplikasi kunci enkripsi yang dihasilkan. Pemerintah beragumen, mekanisme ini hanya akan aktif, ketika ada jaminan bahwa pengguna merupakan tersangka. Dengan begitu Whatsapp akan dapat mendekripsi pesan dari tersangka itu, yang selanjutnya diberikan kepada pemerintah.
Tetapi pintu belakang ini tentunya akan menjadi kelemahan dari sistem itu sendiri. Dengan adanya pintu belakang ini, pemerintah tentunya akan dapat terus menekan Whatsapp untuk membongkar data percakapan dari setiap pengguna, bahkan ketika pengguna itu bukan merupakan seorang tersangka.
Disisi lain, pintu belakang ini bukan merupakan solusi yang tepat, dimana teroris profesional juga akan menciptakan sistem enkripsi "end to end" lain, yang akan mereka gunakan tanpa keterlibatan Whatsapp, sehingga tidak ada satu pun pihak ketiga yang bisa membukanya. Sementara data pengguna lain, akan mudah diakses oleh pihak ketiga seperti pemerintah.
sumber : scroll.in

0 Response to "Whatsapp VS Pemerintah, Antara Serangan Teror Dan Privasi"
Posting Komentar